MAKALAH METODE STUDI ISLAM
ISLAM DAN GLOBALISASI
Diajukan sebagai tugas mata kuliah
Disusun Oleh :
SERIFAH
DINI FITRIA (201205010089)
NURUL
QOMARIYAH (201205010088)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SUNAN GIRI
SURABAYA
2013
PENDAHULUAN
Apakah
banyak ke – Islamian (nilai spiritual) tergeser dengan berkembangnya zaman di
era globalisasi sekarang?
Pertanyaan
ini barang kali menarik di kemukakan karena hingga saat ini di kalangan umat Islam
sendiri terdapat pergeseran spiritualitas di zaman sekarang, dengan tidak
merealisasikannya di dalam kehidupan sehari – hari.
Problematika
global yang telah di hadapi umat islam di public yang telah terkontaminasinya
Islam dengan kebiasaan yang bersifat negatif. Adalah dengan memperkuat nilai
spiritual mulai sejak dini, sehingga ketika memasuki masa dimana manusia mudah
terpengaruh akan kebiasaan yang baru muncul tanpa meneliti baik tidaknya dengan
meninggalkan tradisi yang bersifat positif.
Di
zaman sekarangpun banyak kalangan umat manusia yang belum bisa menganalisa
kehidupan beragama Islam di globalisasi ini. Tinggal kita bisa memilah beberapa
hal yang banyak timbul pada ideologi Islamic & global. Hal tersebut
mendapat respon dari umat Islam baik dengan cara membenah diri dari segi apapun
maupun dengan mengapresiasikannya dengan kritis dalam artian mengambil beberapa
nilai positif dan membuang nilai – nilai negatif.
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ii
Daftar Isi iii
BAB I Latar
Belakang 1
BAB II Pembahasan 2
BAB III Pemecahan
Masalah 8
BAB IV Penutup 9
Daftar Pustaka 10
BAB I
LATAR BELAKANG
Islam
dan Globalisasi, sebagaimana diketahui membahas ajaran – ajaran dasar dari
suatu agama pada zaman sekarang. Semua orang yang ingin melayani seluk beluk
agamanya secara mendalam, perlu mengkonstruksi dan waspada dalam pengembang
Islam. Mempelajari bab Islam dan Globalisasi ini kita akan membahas berdasarkan
pada landasan kuat yang tidak mudah di ombang – ambing oleh peredaran zaman.
Dalam
Islam sebenarnya lebih dari satu aliran agama pada saat ini,, salah satu
pembahasan dalam makalah ini yaitu mengetahui lebih dalam makna Islamic dalam
era globalisasi sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
Dewasa
ini peradaban dunia secara keseluruhan berada dalam tatanan global yang secara
mendasar ditopang oleh perkembangan teknologi komunikasi, transportasi, dan
informasi. Semuanya ini membuat sunia semakin global dan sempit karena mudahnya
di jangkau. Di sisi lain abad ini disebut sebagai pasca modern, suatu keadaan yang
dapat dipandang sangat demokratis. Disebut sangat demokratis karena abad ini
memberikan kesempatan terhadap semua untuk “berbicara membangun suatu peradaban
semesta”. Inilah fenomena “globalisasi”, yang secara sederhana dipahami sebagai
suatu proses pengintegrasian budaya, politik, ekonomi dan informasi nasional
bangsa – bangsa ke ruang lingkup dan tatanan baru sistem jaringan dunia
(global).
Meskipun tidak selalu disebutkan secara eksplisit, pernyataan bahwa
globalisasi mempunyai implikasi atau bahkan dampak atas berbagai bangsa,
tampaknya didasarkan pada dua asumsi. Pertama,
sekurang – kurangnya sampai taraf tertentu, pelaku atau subyek globalisasi
adalah negara – negara industri maju. Dengan kata lain, globalisasi sampai
tertentu merupakan kepanjangan tangan (extension)
kepentingan negara industri maju. Kedua,
kekhawatiran, kecemasan atau bahkan ketakutan akan pengaruh atau dampak
terutama yang bersifat negatif dari globalisasi umumnya dirasakan oleh bangsa –
bangsa dalam negara berkembang, yang lebih merupakan obyek daripada subyek
globalisasi. Meskipun demikian, baik karena ketergantungan negara berkembang
pada negara – negara maju dalam berbagai bidang, keuangan, ekonomi dan
teknologi atau karena ingin mengejar kemajuan, sadar atau tidak, suka atau tidak,
negara – negara berkembang sebenarnya juga mendukung proses globalisasi itu.
Dalam pengertian ini, negara – negara berkembang juga merupakan subyek atau
pelaku globalisasi, kalaupun lebih pasif sifatnya.
Globalisasi
bukan hanya gejala abad ke – 20 atau abad ke – 21. Proses
itu sudah mulai berabad – abad yang lalu ketika manusia berhasil mengelilingi
dunia oleh para pionir seperti Marcopolo
dan Colombus. Jadi, globalisasi
berawal dari transportasi dan komunikasi. tetapi, dampaknya segera terasa dalam
bidang kehidupan manusia, baik ekonomi, politik, perdagangan, gaya hidup dan
bahkan agama.
Apa yang membuat globalisasi suatu kecenderungan yang mencolok sejak
menjelang akhir abad yang lalu, dan yang membedakannya secara tajam dari proses
globalisasi dalam abad – abad yang lalu, adalah faktor kecepatan. Ini
disebabkan oleh kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi informasi dan
komunikasi, khususnya dalam bentuk computer,
faximile, internet, dan e-mail
maupun kemajuan yang pesat dalam bidang transportasi, khususnya penerbangan
antar benua.
A. Trend
Pergaulan Global
Pada tahun 1990, John Naisbit dan Patricia Aburdene, dalam bukunya yang
berjudul “Megatrends 2000”,
merumuskan sepuluh kecenderungan peralihan yang secara mendasar mengubah wajah
kehidupan dunia global. Kesepuluh kecenderungan tersebut adalah :
Pertama, ledakanekonomi global dan
globalisasi ekonomi
Kedua,
kebangkitan kembali seni budaya
Ketiga, munculnya ekonomi pasar bebas
sosialis
Keempat, berkembangnya gaya hidup global dan
nasionalisme cultural
Kelima, swastanisasi negara – negara
sejahtera
Keenam, bangkitnya wilayah pasifik
Ketujuh, bangkitnya kepemimpinan wanita
Kedelapan, kejayaan era biologi
Kesembilan, kebangkitan kembali agama
Kesepuluh, berjayanya individual.
Kemudian tahun 1996, John Naisbitt
kembali mengejutkan dengan ramalannya tentang fenomena yang akan terjadi di
kawasan Asia di era global. Dalam buku Megatrends Asia, ia mengidentifikasi
delapan kecenderungan utama yang sedangdan akan berlangsung di Asia dan
berpengaruh besar pada perkembangan dunia kini dan masa depan. Kedelapan
kecenderungan itu adalah : Pertama,
peralihan dari negara bangsa (nation-state)
menuju sistem jaringan. Kedua,
peralihan dari tradisi – tradisi menuju pilihan – pilihan. Ketiga, peralihan dari orientasi export menuju orientasi konsumen. Keempat, peralihan dari control
pemerintah menuju orientasi pasar. Kelima,
peralihan dari pertanian menuju kota super. Keenam,
peralihan dari padat karya menuju teknologi tinggi. Ketujuh, peralihan dari dominasi laki – laki menuju kebangkitan
perempuan. Kedelapan, peralihan dari
barat menuju timur.
Setelah beberapa tahun berlalu dari terbitnya kedua buku Naisbitt, kini
kita bisa menyaksikan bahwa sampai tingkat tertentu, prediksi tersebut telah
banyak yang menjadi kenyataan. Sebagian mungkin belum, tapi indikasi dan
kecenderungan ke arah itu sudah mulai terlihat atau semakin jelas
penampakannya.
Dari untaian diatas, maka dapat ditarik suatu hipotesis, bahwa secara umum
pergaulan global yang terjadi saat ini dan yang akan datang dapat dirumuskan
ciri – cirinya sebagai berikut :
1) Terjadinya
pergeseran dari konflik ideologi dan politik kearah persaingan perdagangan,
investasi dan informasi dari keseimbangan kekuatan (balance of power) ke arah keseimbangan kepentingan (balance of interest).
2) Hubungan
antara negara/bangsa secara struktural berubah dari sifat ketergantungan (dependency) kearah saling ketergantungan
(interdependent), hubungan yang
bersifat primordial berubah menjadi sifat tergantung kepada posisi tawar
menawar (bergaining position).
3) Batas
–batas geografis hampir kehilangan arti operasionalnya. Kekuatan suatu negara
ditentukan oleh kemampuannya memanfaatkan keunggulan komparatif (comparative advantage) dan keunggulan
kompetitif (competitive advantage).
4) Persaingan
antar negara sangat diwarnai oleh perang penguasaan teknologi tinggi. Setiap
negara terpaksa menyediakan dana yang besar bagi penelitian dan pengembangan.
5) Terciptanya
budaya dunia yang cenderung mekanistik, efisien, tidak menghargai nilai dan
norma yang ekonomi dianggap tidak efisien.
B. Dampak
Negatif Pergaulan Global
Pergaulan global dengan cirinya seperti diutarakan di muka di samping
mendatangkan sejumlah kemudahan bagi manusia, juga mendatangkan efek – efek
negatif tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pemiskinan
nilai spiritual. Tindakan sosial yang tidak mempunyai implikasi materi (tidak
produktif) dianggap sebagai tindakan yang tidak rasional.
2. Kejatuhan
manusia dari makhluk spiritual menjadi makhluk material, yang menyebabkan nafsu
hayawaniyyah menjadi pemandu kehidupan manusia.
3. Peran
agama digeser menjadi urusan akhirat sedang urusan dunia menjadi wewenang sain
(sekularistik).
4. Tuhan
hanya hadir dalam pikiran, lisan, dan tulisan tetapi tidak hadir dalam perilaku
dan tindakan.
5. Gabungan
ikatan primordial dengan sistem politik modern melahirkan nepotisme,
birokratisme, dan otoritisme.
6. Individualistik.
Keluarga pada umumnya kehilangan fungsinya sebagai unit terkecil pengambil
keputusan. Seseorang bertanggung jawab kepada dirinya sendiri, tidak lagi
bertanggung jawab kepada keluarga. Ikatan moral pada keluarga semakin lemah,
dan keluarga dianggap sebagai lembaga teramat tradisional.
7. Terjadinya
frustasi eksistensial, dengan ciri – cirinya : Pertama, hasrat yang berlebihan untuk berkuasa (the will to power), bersenang – senang
untuk berkuasa, bersenang – senang mencari kenikmatan (the will to pleasure), yang biasanya tercermin dalam perilaku yang
berlebihan untuk mengumpulkan uang (the
will to money), untuk bekerja (the
will to work), dan kenikmatan seksual (the
will to sex). Kedua, kehampaan
eksistensial berupa perasaan serba hampa, hidupnya tidak bermakna, dan lain –
lain. Ketiga, neuroses noogenik :
perasaan hidup tanpa arti, apatis, bosan, tak mempunya tujuan, dan sebagainya.
Keadaan semacam ini semakin banyak melanda manusia, hari demi hari.
8. Terjadinya
ketegangan – ketegangan informasi di kota dan di desa, kaya dan miskin,
konsumeris, kekurangan dan sebagainya.
C. Kiprah
Islam di Era Globalisasi
Globalisasi adalah hal yang tidak dapat di hindari dan memang tidak perlu
untuk di hindari. Persoalannya adalah bagaimana menampilkan Islam dalam kancah
global tersebut. Agar Islam dapat memberikan konstribusi yang berarti bagi
masyarakat global, maka Islam diharapkan tampil dengan nuansanya sebagai
berikut :
Pertama, menampilkan Islam yang lebih
ramah dan sejuk, sekaligus menjadi pelipur lara bagi kegerahan hidup manusia
modern. Tawaran ini mengharuskan umat Islam menghayati nilai – nilai universal yang
diajarkan Islam dan teologi inklusif yang diperankan oleh Nabi Muhammad SAW.
Disamping itu, tawaran ini akan menhapus kehampaan spiritual dan kekosongan
sebagai gaya hidup Fir’aun akibat hiruk pikuk kehidupan global yang hedonistik
dan materialistik.
Kedua, Islam yang toleran terhadap
manusia secara keseluruhan agama apapun yang diaturnya. Sebab Islam adalah rahmatan lil-‘alamin, mendatangkan
kebaikan dan kedamaian untuk semua. Dengan sikap ini, Islam mengakui tentang
pluralisme, baik keberagaman pendapat, pemahaman, etnis dan agama.
Ketiga, menampilkan visi Islam yang dinamis,
kreatif, dan inovatif sehingga bisa membebaskan umat Islam dari belenggu –
belenggu dan penjara taqlid, status quo, menyukai kemapanan, dan alergi
terhadap pembaharuan, harus ditinggalkan. Karena sikap – sikap tersebut
menyebabkan kreatifitasnya sebagai manusia menjadi hilang.
Keempat, menampilkan Islam yang mampu
mengembangkan etos kerja, etos politik, etos ekonomi, etos ilmu pengetahuan,
dan etos ilmu pengetahuan, dan etos pembangunan karena sepanjang sejarah kelima
etos itulah yang dapat mendatangkan kejayaan umat Islam.
Kelima, menampilkan revivalitas Islam,
dalam bentuk intensifikasi keislaman lebih berorientasi “kedalam” (inward oriented) yakni membangun
kesalehan intristik dan esoteris, daripada intensifikasi diarahkan “keluar” (outward oriented), yang lebih bersifat
ekstrinsik dan eksoteris, yakni sekedar kesalehan formalitas.
Dari analisis di atas, dapat di tarik pemahaman bahwa peran Islam di era
globalisasi perlu diarahkan pada peningkatan daya jawabnya terhadap problema
kehidupan kontemporer, dan tetap berpegang teguh pada nilai – nilai ajaran
al-Qur’an dan al-Sunnah. Salah satu upaya ke arah itu adalah umat Islam harus
mampu mengambil nilai positif dari kemodernan dan tetap memberi apresiasi yang
wajar terhadap khazanah intelektual Islam klasik sesuai dengan kebutuhan.
Sehingga jargon “al-islam sholihun li kulli zaman wa makan” dapat di
transformasikan sesuai dengan kenyataan empirik yang dihadapi oleh umat Islam,
kini dan yang akan datang.
BAB
III
PEMECAHAN
MASALAH
BAB
IV
PENUTUP
Globalisasi
bukan hanya gejala abad ke – 20 atau abad ke – 21. Proses
itu sudah mulai berabad – abad yang lalu ketika manusia berhasil mengelilingi
dunia oleh para pionir seperti Marcopolo
dan Colombus. Jadi, globalisasi berawal
dari transportasi dan komunikasi. tetapi, dampaknya segera terasa dalam bidang
kehidupan manusia, baik ekonomi, politik, perdagangan, gaya hidup dan bahkan
agama.
Apa yang membuat globalisasi suatu kecenderungan yang mencolok sejak
menjelang akhir abad yang lalu, dan yang membedakannya secara tajam dari proses
globalisasi dalam abad – abad yang lalu, adalah faktor kecepatan. Ini
disebabkan oleh kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi informasi dan
komunikasi, khususnya dalam bentuk computer,
faximile, internet, dan e-mail
maupun kemajuan yang pesat dalam bidang transportasi, khususnya penerbangan
antar benua.
Globalisasi adalah hal yang tidak dapat di hindari dan memang tidak perlu
untuk di hindari. Persoalannya adalah bagaimana menampilkan Islam dalam kancah
global tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
IAIN
Sunan Ampel Surabaya, Tim Penyusun. “Pengantar
Studi Islam”. 2004. IAIN SUNAN AMPEL PRESS
0 komentar:
Posting Komentar