MAKALAH ULUMUL QUR’AN
I’JAZUL QUR’AN
Diajukan sebagai tugas mata kuliah
Disusun Oleh :
1.
Fahrun
Nisak (201205010073)
2.
Akhmad
Mirza’ul Fikri (201205010077)
3.
Serifah
Dini Fitria (201205010088)
4.
Siti
Nur Cholifatur Rohma (201205010093)
5.
Muhammad
Suliono (201205010095)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SUNAN GIRI
SURABAYA
2012
KATA PENGANTAR
P
|
uji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas selesainya MAKALAH ULUMUL QUR’AN tentang I’Jazul Qur’an. Dengan adanya
MAKALAH ini kita dapat mengetahui pengertian I’jaz dalam
al-Qur’an , Unsur apa saja yang menyertai mu’jizat al-Qur’an, Bagaimana cara
memahami mu’jizat al- Qur’an.
Penulisan makalah ini adalah salah satu
tugas mata pelajaran ULUMUL QUR’AN di FAI UNSURI SIDOARJO. Dalam penulisan
makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik dalam teknis penulisan
maupun materi, mengingat kemampuan yang dimiliki kami. Serta kami mengucapkan
banyak terima kasih untuk pihak-pihak yang telah membantu kami. Semoga Allah
memberikan imbalan yang setimpal kepada mereka yang telah memberikan bantuan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Amin Yaa Rabbal ‘Alamiin.
Sidoarjo, Oktober 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ii
Daftar
Isi iii
BAB 1 - PENDAHULUAN 1
A.
Latar Belakang 1
B.
Rumusan Masalah 1
C.
Tujuan 2
BAB 2 – PEMBAHASAN 3
A.
Pengertian I’Jazul Qur’an 3
B. Macam
– macam I’Jazul Qur’an 4
C. Tujuan
adanya Mukjizat Al-Qur’an 6
D.
Cara memahami Mukjizat 7
BAB 3 – PENUTUP 11
A.
Kesimpulan 11
B.
Kesan 11
Daftar Pustaka 12
1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sudah
menjadi kelaziman dari munculnya seorang rasul dengan seruan agama baru untuk
disertai dengan mukjizat. Dengan mu’jizat itu seorang rasul baru diberdayakan
oleh Allah untuk sanggup membalikkan pandangan umatnya yang sedang mengalamai
fase keterkaguman dengan salah satu aspek kehidupan keduniaan, menuju jalan
agama Allah yang lurus. Sejarah nabi dan rasul menunjukkan corak mu’jizat yang
tidak lain sebagai respon logis dari tuntutan realitas kehidupan umat.
Fenomena
al-Quran sebagai mu’jizat, berikut segala segi dan fungsinya, akan banyak
ditelaah dalam tulisan ini. Pembahasan al-Quran sebagai mu’jizat oleh para
ulama masih menyisahkan perbedaan pendapat tentang derivasi serta domain
kemu’jizatan al-Quran ditambah lagi munculnya pendapat yang cenderung
melimitasi pada segi kemu’jizatan dengan menafikan segi yang lain. Berangkat
dari sini, penulis bermaksud untuk mengkaji beberapa segi kemukjizatan al-Quran
yang diharapkan dapat menampilkan keterwakilan seluruh pergolakan pendapat dan
pemikiran yang bergulir disekitar obyek telaah kemu’jizatan al-Quran.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan I’jazul Qur’an
?
2. Ada berapa
macam I’jaz dalam al-Qur’an?
3. Apa tujuan adanya Mukjizat
Al-Qur’an?
4. Bagaimana cara
memahami mu’jizat al- Qur’an?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui tentang pengertian I’jazul Qur’an
2.
Untuk
mengetahui macam – macam I’jaz dalam Al-Qur’an
3.
Untuk
mengetahui tujuan dari adanya mukjizat Al-Qur’an
4.
Serta
untuk mengetahui bagaimana cara memahami mukjizat al-Qur’an
2
PEMBAHASAN
A.
Pengertian I’Jazul Qur’an
Kata
i’jaz diambil dari kata kerja a’jaza-i’jaza yang berarti melemahkan atau
menjadikan tidak mampu.
Mukjizat
didefinisikan oleh pakar agama Islam, antara lain sebagai suatu hal atau
peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku Nabi, sebagai
bukti kenabiannya sebagai tantangan bagi orang ragu, untuk melakukan atau
mendatangkan hal serupa, tetapi tidak melayani tantangan itu. Dengan redaksi
yang berbeda, mukjizat didefinisikan pula sebagai suatu yang luar biasa yang
diperlihatkan Allah SWT. Melalui para Nabi dan Rasul-Nya, sebagai bukti atas
kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya. Atau Manna’ Al-Qhathan mendefinisikannya
demikian:
أَمْرُ خَارِقٌ لِلْعَادَةِ
مَقْرُوْنٌ بِالتَّحَدِّيْ سَالِمٌ عَنِ اْلمُعَارَضَةِ.
Artinya:
“Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi.”
“Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi.”
I’jazul
Qur’an adalah kekuatan, keunggulan dan keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an
yang menetapkan kelemahan manusia, baik secara terpisah maupun
berkelompok-kelompok, untuk bisa mendatangkan minimal yang menyamainya. Kadar
kemukjizatan Al-Qur’an itu meliputi tiga aspek, yaitu : aspek bahasa (sastra,
badi’, balagah/ kefasihan), aspek ilmiah (science, knowledge, ketepatan
ramalan) dan aspek tasyri’ (penetapan hukum syariat).[1]
¹Muhammad
Ali Ash Shabuni. Pengantar Studi Al-Quran, terjemah H. Muhammad Khudhori
Umar dan Muh. Matsna HS (Bandung; Al Ma’arif, 1987), hlm. 102-103
B.
Macam – Macam I’Jaz dalam Al-Qur’an
Secara
umum mukjizat dapat digolongkan menjadi dua klasifikasi, yaitu:
a)
Mu’jizat Indrawi (Hissiyyah)
Mukjizat jenis ini muncul dari segi
fisik yang mengisyaratkan adanya kesaktian seorang nabi. Secara umum dapat
diambil contoh adalah mukjizat nabi Musa dapat membelah lautan, mukjizat nabi
Daud dapat melunakkan besi serta mukjizat nabi-nabi dari bani Israil yang lain.
Imam Jalaludin as-Suyuthi, beliau berpendapat bahwa kebanyakan mukjizat yang
ditanpakkan Allah pada diri para nabi yang diutus kepada bani Israil adalah
mukjizat jenis fisik. [2]
b)
Mukjizat Rasional (‘aqliyah)
Mukjizat ini tentunya sesuai dengan
namanya lebih banyak ditopang oleh kemampuan intelektual yang rasional. Dalam
kasus al-Quran sebagai mukjizat nabi Muhammad atas umatnya dapat dilihat dari
segi keajaiban ilmiah yang rasional dan oleh karena itulah mukjizat al-Quran
ini bisa abadi sampai hari Qiamat. Oleh karena itu al-Quran dalam meukjizat
rasional, sisi i’jaznya hanya bisa diketahui dengan kemampuan intelektual, lain
halnya dengan mukjizat fisik yang bisa diketahui dengan instrument indrawi.
Meskipun al-Quran diklasifikasian sebagai mukjizat rasional ini tidak serta
merta menafikan mukjizat-mukjizat fisik yang telah dianugrahkan Allah kepadanya
utnuk memperkuat dakwahnya.
Dalam sebuah buku yang berjudul
”Al-I’jaz Qur’any fi Wujuhil Muktasyifah”, macam-macam i’jaz Al-Qur’an yan
terungkap antara lain: i’jaz balaghi (berita mengenai hal ghaib), i’jaz tasyri’
(perundang-undangan), i’jaz ilmi, i’jaz lughawi (keindahan redaksi Al-Qur’an),
i’jaz thibby (kedokteran), i’jaz falaky (astronomi), i’jaz adady (jumlah),
i’jaz i’lami (informasi), i’jaz thabi’i (fisika) dan lain sebagainya. Karena
banyaknya berbagai macam i’jaz Al-Qur’an, maka dalam hal ini akan diuraikan
beberapa bagian dari macam-macam i’jaz Al-Qur’an yang disebut dalam buku
”Al-I’jazal Qur’any fi wujuhil Muktasyifah”, antara lain:
²As-Suyuthi Jalaludin. al-Itqon fi
Ulumi al-Quran, juz II. Mesir:
Muassasah al-kutub as-Saqofiyah, t.t.
Ø I’jaz Balaghy (berita tentang
hal-hal yang ghaib)
Sebagian
ulama’ mengatakan bahwa mukjizat Al-Qur’an adalah berita ghaib, contohnya
adalah Fir’aun yang mengejar Nabi Musa as, hal ini diceritakan dalam QS. Yunus:
92,Artinya:”Maka pada hari ini Kami
selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang
datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda
kekuasaan kami” .Berita-berita ghaib yang terdapat pada wahyu Allah SWT
yakni Taurat, Injil, dan Al-Qur’an merupakan mukjizat. Berita ghaib dalam wahyu
Allah SWT itu membuat manusia takjub, karena akal manusia tidak mampu mencapai
hal-hal tersebut.
Ø I’jaz Lughawy (keindahan redaksi
Al-Qur’an)
Menurut
Shihab (dalam Rosihon Anwar, 2000:34) memandang segi-segi kemukjizatan
Al-Qur’an dalam 3 aspek, di antaranya aspek keindahan dan ketelitian
redaksinya. Dalam Al-Qur’an dijumpai sekian banyak contoh keseimbangan yang
serasi antara kata-kata yang digunakan, yaitu:
a
Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dan antonimnya.
b
Keseimbangan
jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau makna yang dikandungnya.
c
Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan jumlah yang menunjukkan akibatnya.
Ø I’jaz ’Ilmi
Di
dalam Al-Qur’an, Allah mengumpulkan beberapa macam ilmu, di antaranya ilmu
falak, ilmu hewan. Semuanya itu menimbulkan rasa takjub. Beginilah i’jaz
Al-Qur’an ilmi itu betul-betul mendorong kaum muslimin untuk berfikir dan
membukakan pintu-pintu ilmu pengetahuan.
Menurut
Quraish Shihab, banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Qur’an,
misalnya: Cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri dan cahaya bulan
merupakan pantulan, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Yunus ayat 5.
Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan nafas. Hal itu diisyaratkan
dalam firman Allah: ”Barangsiapa yang
Allah kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan
dada orang itu untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki
Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit,
seolah-olah dia sedang mendaki ke langit.” (QS. Al-An’am: 125) .
Ø I’jaz Tasyri’i
Al-Qur’an
menetapkan peraturan pemerintah Islam, yakni pemerintah yang berdasarkan
musyawarah dan persamaan serta mencegah kekuasaan pribadi. Firman Allah SWT:
”Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu” (QS. Ali Imron: 159). Di
dalam pemerintahan Islam, tasyri’i itu tidak boleh ditinggalkan. Al-Qur’an
telah menetapkan bila keluar dari tasyri’ Islam itu hukumnya kafir, dzalim, dan
fasik. Firman Allah SWT: ”Barangsiapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka ini adalah
orang-orang kafir” (QS. Al-Maidah: 44). Al-Qur’an menetapkan perkara yang
sangat dibutuhkan oleh manusia, yakni agama, jiwa, akal, nasab (keturunan) dan
harta benda.
Ø I’jaz ’Adady (Jumlah)
I’jaz
’adady merupakan rahasia angka-angka dalam Al-Qur’an. Seperti dikatakan ”sa’ah”
disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 24 kali, sama dengan jumlah jam dalam
sehari semalam. Selain itu Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit ada tujuh.
Penjelasan ini diulangi sebanyak tujuh kali pula dalam surat Al-Baqoroh: 29,
surat Al-Isra’: 44, surat Al-Mukminun: 86, surat Fushshilat: 12, surat
Ath-Thalaq: 12, surat Al-Mulk: 3, dan surat Nuh: 15.
Adapula kata-kata yang menunjukkan utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau basyir (pembawa berita gembira) atau nadzir (pemberi peringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini sama dengan penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa berita yakni 518 kali.
Adapula kata-kata yang menunjukkan utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau basyir (pembawa berita gembira) atau nadzir (pemberi peringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini sama dengan penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa berita yakni 518 kali.
C.
Tujuan Adanya Mukjizat Al-Qur’an
Dari
pengertian yang telah diuraikan di atas,dapatlah diketahui bahwa tujuan I’jazul
qur’an itu banyak,diantaranya yaitu :
1.
Membuktikan
bahwa Nabi Muhammad yang membawa mukjizat kitab al qur’an itu adalah
benar-benar seorang nabi dan rasul Allah.Beliau diutus untuk menyampaikan
ajaran-ajaran Allah kepada umat manusia dan untuk mencanangkan tantangan supaya
menandingi al qur’an kepada mereka yang ingkar. menyampaikan ajaran-ajaran
Allah kepada umat manusia dan untuk mencanangkan tantangan supaya menandingi al
qur’an kepada mereka yang ingkar.
2.
Membuktikan
bahwa kitab al qur’an itu adalah benar-benar wahyu Allah,bukan buatan malaikat
Jibril dan bukan tulisan nabi Muhammad.Sebab pada kenyataannya mereka tidak
bisa membuat tandingan seperti Al Qur’an sehingga jelaslah bahwa al qur’an itu
bukan buatan manusia.
3.
Menunjukkan
kelemahan mutu sastra dan balaghahnya bahasa manusia khususnya bangsa
arab,karena terbukti pakar-pakar pujangga sastra dan seni bahasa arab tidak ada
yang mampu mendatangkan kitab tandingan yang sama seperti al qur’an,yang telah
ditantang kepada mereka dalam berbagai tingkat dan bagian al qur’an.
4.
Menunjukkan
kelemahan daya upaya dan rekayasa umat manusia yang tidak sebanding dengan
keangkuhan dan kesombongannya.Mereka ingkar tidak mau beriman dan sombong tidak
mau menerima kitab suci itu.
D.
Cara Memahami Mukjizat Al-Qur’an
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan
guna mempermudah pemahaman bukti-bukti itu.
a) Kepribadian Nabi
Muhammad Saw.
Nabi Muhammad
Saw. seorang yang tidak gila kedudukan, harta, dan wanita. Hal ini dibuktikan,
ketika beliau diminta agar memberhentikan dakwahnya. Jika beliau mau menerima
permintaan ini, tokoh-tokoh kaum musyrik Makkah memberikan kepadanya kedudukan,
harta, dan wanita. namun itu semua ditolaknya, bahkan beliau menjawab:
“Walau matahari diletakkan di tangan kananku, dan
bulan di tangan kiriku, tidak akan kutinggalkan misiku sampai berhasil atau aku
gugur mempertahankannya, “jawab beliau.
Nabi yang ummi telah membawa
Al-Quran yang mu’jiz dalam hal lafal dan maknanya.
la tidak pernah belajar dari guru mana pun. Ia tidak pernah berguru kepada
siapa pun. Ini dinyatakan Allah SWT,
Katakan: “ Jika Allah menghendaki, aku tidak akan
membacakannya, kepadamu dan
la pun tidak akan mengajarkannya kepadamu. Bukankah aku telah hidup sepanjang
usiaku di tengah-tengah kamu. Tidakkah kamu merenungkannya." (Yunus 16).
Al-Quran juga menyatakan bahwa seandainya Muhammad dapat
membaca
atau menulis pastilah akan
ada yang
meragukan kenabian beliau.
b) Kondisi
Masyarakat Saat Turunnya Ayat
Tentu banyak sisi dari kondisi
masyarakat yang dapat dikemukakan, namun yang terpenting dalam konteks uraian
tentang mukjizat adalah perkembangan ilmu pengetahuan, kemampuan ilmiah
masyarakat Arab, serta masyarakat umat manusia secara umum.
Al-Quran menamai masyarakat Arab
sebagai masyarakat ummiyyin. Kata ini adalah bentuk jamak dari kata ummiy
yang terambil dari kata umm yang anti harfiahnya adalah ibu dalam
arti bahwa seorang ummiy adalah yang keadaannya sama dengan keadaan pada
saat dilahirkan oleh ibunya dalam hal kemampuan membaca dan menulis.
Kemampuan tulis baca di kalangan
masyarakat Arab—khususnya pada awal masa Islam—sangat minim, sampai-sampai ada
riwayat yang menyebut jumlah mereka yang pandai menulis ketika itu tidak lebih
dari belasan orang.
Jika demikian, pengetahuan masyarakat
non-Arab pada masa turunnya Al-Quran bukan atas dasar metode ilmiah yang sistematik
atau pengamatan dan hasil percobaan-percobaan dalam dunia empiris.
Semuanya itu kemudian mengantarkan
ilmuwan untuk berkata bahwa masyarakat manusia secara umum belum lagi memiliki
ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya.
Memahami kondisi masyarakat dan
perkembangan pengetahuan pada masa turunnya Al-Quran akan menunjang bukti
kebenaran Al-Quran saat disadari betapa kitab suci ini memaparkan
hakikat-hakikat ilmiah yang tidak dikenal kecuali pada masa-masa sesudahnya.
c) Masa dan Cara
Kehadiran Al-Quran
Hal ketiga yang tidak kurang pentingnya
dalam upaya lebih meyakinkan tentang kemukjizatan Al-Quran adalah masa dan cara
turunnya wahyu AlQuran kepada Nabi Muhammad Saw.
Banyak aspek uraian yang berkaitan
dengan topik ini, tetapi yang perlu digarisbawahi dalam konteks pembuktian
kemukjizatan Al-Quran adalah :
1.
Kehadiran wahyu Al-Quran diluar
kehendak Nabi Muhammad Saw.
2.
Kehadirannya secara tiba-tiba.
Menyangkut butir pertama, baik untuk
diketahui bahwa tidak jarang Nabi Muhammad Saw. membutuhkan penjelasan bagi
sesuatu yang sedang dihadapinya tetapi penjelasan yang dinantikan itu tak
kunjung datang.
Setelah sepuluh kali menerima wahyu
yang dimulai dengan awal surah (1) Iqra’, (2) Al-Qalam, (3) Al-Muddatstsir, dan
(4) Al-Muzzammil, kemudian (5) surah Al-Masad, (6) At-Takwir, (7) Sabbihisma,
(8) Alam Nasyrah, (9) A1-’Ashr dan (10) Al-Fajr, tiba-tiba wahyu terputus
kehadirannya. Sekian lama beliau menanti dan mengharap tetapi Jibril - pembawa
wahyu - tidak kunjung datang, maka timbul rasa gelisah di hati Nabi SAW.
Sedemikian besar kegelisahan itu, sampai-sampai ada yang menyatakan bahwa
beliau nyaris menjatuhkan diri dari puncak gunung. Orang-orang musyrik Makkah
pun mengejek beliau dengan berkata, “Tuhan telah meninggalkan Muhammad dan
membencinya.” Kegelisahan ini baru berakhir dengan turunnya Q.S. al-Dhuha/93: 1
- 3
وَالضُّحَى(1)وَاللَّيْلِ
إِذَا سَجَى(2)مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى(3)
Demi al-dhuha, dan malam ketika hening. Tuhanmu tidak
meninggalkan kamu dan tidakpula membenci.
Sumpah Allah terhadap Muhammad dengan
tanda-tanda kebesaran-Nya, yaitu waktu dhuha, dan malam hari dengan
kegelapannya. Isi sumpah-Nya Bahwa Allah tidak meninggalkannya dan
tidak membencinya. Hal ini menunjukkan bahwa wahyu adalah wewenang-Nya. Jadi,
andaikata Nabi Saw. menantikan kehadirannya, namun jika Tuhan tidak
menghendaki, wahyu tak akan datang. Ini membuktikan bahwa wahyu merupakan
ketetapan-Nya, bukan hasil perenungan Nabi.
3
PENUTUP
A.
Kesimpulan
· I’jazul Qur’an merupakan bagian
terpenting dari Ulumul Qur’an,karena I’jazul Qur’an berfungsi sebagai pembawa
kebenaran, bahwa Al Qur’an yang diwahyukan kepada nabi Muhammad adalah murni
dari Allah dan tidak ada unsur-unsur apapun yang bisa menandingi arti dan makna
yang terkandung dalam Al Qur’an walau satu ayat.
· Dengan mempelajari I’jaz Al Quran
akan semakin memperkokoh keimanan dan menambah kwalitas keilmuan seseorang.
B.
Kritik dan Saran
Demikian
yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Qaththan, Manna’al. 1995. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Muhammad Ali Ash Shabuni. Pengantar Studi Al-Quran,
terjemah H. Muhammad Khudhori Umar dan Muh. Matsna HS (Bandung; Al Ma’arif, 1987)
0 komentar:
Posting Komentar