MAKALAH METODE STUDI ISLAM
PERAN ILMU SOSIAL PROFETIK PADA ERA
GLOBALISASI
Diajukan sebagai tugas mata kuliah
Disusun Oleh :
1.
SERIFAH
DINI FITRIA (201205010088)
2.
SHOFKHAL
JAMILAH (201205010089)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SUNAN GIRI
SIDOARJO
2012
PENDAHULUAN
Dunia saat ini tengah memasuki era
globalisasi dengan dampak negatif dan positifnya. Di antara dampak negatif
tersebut misalnya terjadi dislokasi, dehumanisasi, sekularisasi, dan
sebagainya, sedangkan dampak positifnya antara lain terbukanya berbagai
kemudahan dan kenyamanan, baik dalam lingkungan ekonomi, informasi, teknologi,
sosial maupun psikologi.
Semua orang mungkin sepakat bahwa
dalam era globalisasi tersebut keutuhan manusia ingin tetap terpelihara dengan
baik, dan ilmu pengetahuan sosial diharapkan dapat menjadi salah satu
alternatif yang strategis bagi pengembangan manusia Indonesia seutuhnya pada
era globalisasi tersebut. Namun demikian, ilmu pengetahuan sosial yang ada
sekarang ini dinilai sudah mulai kewalahan atau hampir gagal dalam ikut serta
memberikan kerangka pemecahan masalah sosial yang timbul dalam era globalisasi
tersebut. Hal demikian antara lain disebabkan karena dasar-dasar dan
prinsip-prinsip yang dijadikan landasan dalam ilmu pengetahuan sosial tersebut
berasal dari filsafat Barat yang bertumpu pada logika rasional dan cara
berpikir empirik.
Sebagai salah satu upaya mengatasi
kebuntuan dari ilmu pengetahuan sosial yang demikian itu, agama diharapkan
dapat memberikan arahan dan perspektif baru, sehingga kehadiran agama tersebut
terasa manfaatnya oleh para penganut agama. Namun hal demikian membawa kita
kepada suatu pertanyaan tentang bagaimanakah seharusnya agama itu di tampilkan,
bagaimana sikap yang harus ditampilkan kalangan agamawan.
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ii
Daftar Isi iii
BAB I Latar
Belakang 1
BAB II Pembahasan 2
BAB III Pemecahan
Masalah 7
BAB IV Penutup 8
Daftar Pustaka 9
BAB I
LATAR BELAKANG
Kondisi
dunia saat ini tengah memasuki era globalisasi yang di dominasi oleh peradaban
dari kalangan sains Barat dan Timur.
Sehingga dapat mempengaruhi peradaban manusia dengan dampak negatif dan
positifnya. bukan hanya itu saja peradaban dari sains Barat juga mempengaruhi
budaya, teknologi, maupun tingkah laku manusia. Di antara dampak negatif
tersebut misalnya terjadi dislokasi, dehumanisasi, sekuralisasi dan sebagainya,
sedangkan dampak positifnya antara lain terbukanya berbagai kemudahan dan
kenyamanan, baik dalam lingkungan ekonomi, informasi, teknologi, sosial maupun
psikologi.
Oleh
karena itu, peran Ilmu Sosial Profetik pada era globalisasi ini sangat penting.
Dengan Ilmu Sosial Profetik yang kita bangun dari ajaran islam sebagaimana
tersebut diatas, kita tidak perlu takut atau khawatir terhadap Sains Baarat dan
arus globalisasi yang terjadi saat ini. Islam selalu membuka diri terhadap
seluruh warisan Peradaban Islam. Islam adalah paradigma yang terbuka.
BAB II
PEMBAHASAN
Hubungan berarti komunikasi, sangkut paut, sejalan,
searah. Agama secara sempit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab
berarti menundukkan, patuh menguasai, hutang. Ilmu pengetahuan secara bahasa
yaitu seperangkat ilmu yang tersusun secara sistematis, dapat dimanfaatkan
semua orang pada tempat yang sama maupun berbeda dengan hasil yang sama.
Khurashid Ahmad berpendapat bahwa pengetahuan adalah seperangkat pengalaman yang
mengatur, memimpin mengarahkan kearah kebaikan untuk mendekatkan diri kepada
Kholq.
Ilmu sosial adalah ilmu
yang berhubungan dengan kegiatan sosial kemasyarakatan. Termasuk ilmu
sosial adalah seluruh kegiatan masyarakat mulai dari kalangan bawah hingga
kalangan atas untuk kegiatan keperluan sesama manusia. Islam telah tampil
sebagai agama yang memberi perhatian pada keseimbangan hidup antara dunia dan
akhirat, antara hubungan manusia dengan manusia, antara urusan ibadah dan
muammalah dalam arti luas. Keterkaitan agama dengan kemanusiaan menjadi
penting, jika dikaitkan dengan situasi kemanusiaan pada zaman ini.
Hubungan Agama Dengan Ilmu
Pengetahuan Sosial, semua orang mungkin sepakat bahwa dalam era
globalisasi, keutuhan manusia ingin tetap terpelihara dengan baik dan ilmu
pengetahuan sosial diharapkan menjadi salah satu alternatif yang
setrategis bagi pengembangan manusia Indonesia seutuhnya.
Ilmu sosial mengalami kemandekan dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya, dibutuhkan ilmu sosial yang tidak berhenti
pada menjelaskan fenomena sosial, tetapi dapat memecahkan secara memuaskan.
Menurut Kuntowijoyo kita butuh ilmu sosial profetik, yaitu ilmu sosial yang
tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial tetapi juga memberi
petujuk kearah mana tranformasi itu dilakukan. Ilmu
Sosial Profetik kemudian merumuskan tiga nilai penting sebagai pijakan yang
sekaligus menjadi unsur-unsur yang akan membentuk karakter paradigmatiknya,
yaitu :
1.
Humanisasi
Dalam Ilmu Sosial Profetik,
humanisasi artinya memanusiakan manusia, menghilangkan “kebendaan”,
ketergantungan, kekerasan dan kebencian dari manusia. Humanisasi sesuai dengan
semangat liberalisme Barat. Hanya saja perlu segera ditambahkan, jika peradaban
Barat lahir dan bertumpu pada humanisme antroposentris, konsep humanisme
Kuntowijoyo berakar pada humanisme teosentris. Karenanya, humanisasi tidak
dapat dipahami secara utuh tanpa memahami konsep transendensi yang menjadi
dasarnya.
2.
Liberasi
Liberasi dalam Ilmu Sosial Profetik
sesuai dengan prinsip sosialisme (marxisme, komunisme, teori ketergantungan,
teologi pembebasan). Hanya saja Ilmu Sosial Profetik tidak hendak menjadikan
liberasinya sebagai ideologi sebagaimana komunisme. Liberasi Ilmu Sosial
Profetik adalah dalam konteks ilmu, ilmu yang didasari nilai-nilai luhur
transendental. Jika nilai-nilai liberatif dalam teologi pembebasan dipahami
dalam konteks ajaran teologis, maka nilai-nilai liberatif dalam Ilmu Sosial
Profetik dipahami dan didudukkan dalam konteks ilmu sosial yang memiliki
tanggung jawab profetik untuk membebaskan manusia dari kekejaman kemiskinan,
pemerasan kelimpahan, dominasi struktur yang menindas dan hegemoni kesadaran
palsu. Lebih jauh, jika marxisme dengan semangat liberatifnya jutru menolak
agama yang dipandangnya konservatif, Ilmu Sosial Profetik justru mencari
sandaran semangat liberatifnya pada nilai-nilai profetik transendental dari
agama yang telah ditransformasikan menjadi ilmu yang obyektif - faktual.
Liberasi sangat peka dengan
persoalan penindasan atau dominasi struktural. Fenomena kemiskinan yang lahir
dari ketimpangan ekonomi adalah bagian penting dari proyek liberasi. Liberasi
menempatkan diri bukan pada lapangan moralitas kemanusiaan abstrak, tapi pada
realitas kemanusiaan empiris, bersifat kongkrit. Kuntowijoyo bahkan menganggap
sikap menghindar dari yang kongkrit menuju abstrak adalah salah satu ciri
berpikir berdasarkan mitos.
Kuntowijoyo menggariskan empat
sasaran liberasi, yaitu sistem pengetahuan, sistem sosial, sistem ekonomi dan
sistem politik yang membelenggu manusia sehingga tidak dapat mengaktualisasikan
dirinya sebagai makhluk yang merdeka dan mulia.
3.
Transendensi
Transendensi merupakan dasar dari
dua unsurnya yang lain. Transendensi hendak menjadikan nilai-nilai
transendental (keimanan) sebagai bagian penting dari proses membangun
peradaban. Transendensi menempatkan agama (nilai-nilai Islam) pada kedudukan
yang sangat sentral dalam Ilmu Sosial Profetik.
Transendensi adalah dasar dari
humanisasi dan liberasi. Transendensi memberi arah kemana dan untuk tujuan apa
humanisasi dan liberasi itu dilakukan. Transendensi dalam Ilmu Sosial Profetik
di samping berfungsi sebagai dasar nilai bagi praksis humanisasi dan liberasi,
juga berfungsi sebagai kritik. Dengan kritik transendensi, kemajuan teknik
dapat diarahkan untuk mengabdi pada perkembangan manusia dan kemanusiaan, bukan
pada kehancurannya. Melalui kritik transendensi, masyarakat akan dibebaskan
dari kesadaran materialistik-di mana posisi ekonomi seseorang menentukan
kesadarannya-menuju kesadaran transendental. Transendensi akan menjadi tolok
ukur kemajuan dan kemunduran manusia.
Dengan Ilmu sosial
profetik kita tidak perlu takut atau khawatir terhadap dominasi sains Barat dan
arus globalisasi yang terjadi saat ini. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) Islam bukanlah agama tertutup. Islam adalah sebuah paradigma
terbuka, sebagai mata rantai peradaban dunia. Islam mewarisi peradaban Yunani
dan Romawi di Barat, dan peradaban Persia, India, dan China di Timur. Ketika
abad VIII-XV peradaban Barat dan Timur
tenggelam dan mengalami kemerosotan, Islam bertindak sebagai pewaris
utamanya untuk kemudian diambil-alih oleh Barat melalui renaissans. Islam jadi mata rantai yang penting dalam sejarah
peradaban dunia.
Islam
mengembangkan matematika India, ilmu kedokteran dari China, system pertahanan
Sasanid, logika Yunani dan sebagainya. Naamun dalam proses penerimaannya itu
terdapat dialektika internal. Misalnya, untuk bidang-bidang pengkajian tertentu
Islam menolak bagian logika Yunani yang sangat rasional diganti dengan cara
berfikir intuitif yang menekankan rasa seperti yang di kenal dalam tasawuf.
Al-Qur’an sebagai
sumber utama ajaran Islam diturunkan bukan dalam ruang hampa, melainkan dalam
setting social actual. Respon normatifnya merefleksikan kondisi social actual
itu, meskipun jelas, bahwa Al-Qur’an memiliki cita-cita social tertentu.
Jika saat ini kita
menghadapi kesenjangan social yang diakibatkan oleh perbedaan tingkat ekonomi,
maka pada masa kelahirannya lima belas abad yang lalu Islam telah memberikan
perhatian terhadap masalah ini. Kesenjangan dalam bidang ekonomi menunjukkan
bahwa ilmu social yang ada sekarang perlu ditinjau kembali, antara lain dengan
menerapkan ilmu social profetik. Islam misalnya mengakui adanya perbedaan kelas
sebagai fitrah, dimana Tuhan melebihkan yang satu atas yang lain. Namun,
bersamaan dengan itu Islam menyuruh umatnya agar menegakkan keadilan dan
egaliter. Perbedaan kelas yang ada tidak boleh diartikan bahwa Islam mentolelir
terjadinya ketidakadilan social. Islam berupaya mengikis kesenjangan tersebut
dengan melalui berbagai upaya seperti melalui institusi zakat, infaq, sadaqah
dan sebagainya.
Dalam hubungan ini
Islam mengakui adanya upaya suatu gerakan kelompok yang membela kelas
tertindas, tetapi gerakan itu tidak bersifat class for itself, seperti gerakan komunis dan sebagainya, bukan
untuk menghancurkan kelas yang lain. Dalam
perspektif Islam, struktur yang adil tidak akan tercipta hanya dengan
menghancurkan kelas yang menguasai alat – alat produksi. Dari sini terlihat
dengan jelas tentang kepedulian Islam terhadap upaya mengikis kesenjangan yang
terjadi di masyarakat.
Bukti sejarah
tersebut memperlihatkan dengan jelas bahwa dari sejak kelahirannya lima belas
abad yang lalu Islam telah tampil sebagai agama terbuka, akomodatif serta
berdampingan dengan agama, kebudayaan, dan peradaban lainnya. Tetapi dalam waktu
bersamaan Islam juga tampil memberikan kritik, perbaikan, bahkan penolakan
dengan cara – cara yang amat simpatik dan tidak menimbulkan gejolak social yang
membawa korban yang tidak di harapkan. Dengan sifat dan karakteristik ajaran
Islam demikian itu, maka melalui ilmu social yang berwawasan profetik
sebagaimana disebutkan, maka Islam siap untuk memasuki era globalisasi. Era globalisasi
yang ditandai dengan adanya perubahan bidang ekonomi, teknologi, social,
informasi dan sebagainya akan dapat diambil manfaatnya dengan sebaik – baiknya,
dan dapat dibuang hal – hal yang membahayakan.
Islam memiliki
perhatian dan kepedulian yang tinggi terhadap masalah – masalah sosial. Karena
itu, kehadiran ilmu social yang banyak membicarakan tentang manusia dapat di
akui oleh Islam. Namun Islam memiliki pandangan yang khas tentang ilmu social
yang harus dikembangkan, yaitu ilmu social profetik yang dibangun dari ajaran
Islam dan diarahkan untuk humanisasi, liberasi, dan trendensi. Ilmu pengetahuan
social demikian yang di butuhkan dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya
pada era globalisasi di abad XXI mendatang.
BAB III
PEMECAHAN MASALAH
BAB IV
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa dengan Ilmu sosial profetik kita
tidak perlu takut atau khawatir terhadap dominasi sains Barat dan arus
globalisasi yang terjadi saat ini. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) Islam bukanlah agama tertutup. Islam adalah sebuah paradigma terbuka.
Al-Qur’an sebagai
sumber utama ajaran Islam diturunkan bukan dalam ruang hampa, melainkan dalam
setting social actual. Respon normatifnya merefleksikan kondisi social actual
itu, meskipun jelas, bahwa Al-Qur’an memiliki cita-cita social tertentu.
Jika saat ini kita
menghadapi kesenjangan social yang diakibatkan oleh perbedaan tingkat ekonomi,
maka pada masa kelahirannya lima belas abad yang lalu Islam telah memberikan
perhatian terhadap masalah ini. Kesenjangan dalam bidang ekonomi menunjukkan
bahwa ilmu social yang ada sekarang perlu ditinjau kembali, antara lain dengan
menerapkan ilmu social profetik. Islam misalnya mengakui adanya perbedaan kelas
sebagai fitrah, dimana Tuhan melebihkan yang satu atas yang lain. Namun,
bersamaan dengan itu Islam menyuruh umatnya agar menegakkan keadilan dan
egaliter. Perbedaan kelas yang ada tidak boleh diartikan bahwa Islam mentolelir
terjadinya ketidakadilan social. Islam berupaya mengikis kesenjangan tersebut
dengan melalui berbagai upaya seperti melalui institusi zakat, infaq, sadaqah
dan sebagainya.
Islam memiliki
perhatian dan kepedulian yang tinggi terhadap masalah – masalah sosial. Karena
itu, kehadiran ilmu social yang banyak membicarakan tentang manusia dapat di
akui oleh Islam. Namun Islam memiliki pandangan yang khas tentang ilmu social
yang harus dikembangkan, yaitu ilmu social profetik yang dibangun dari ajaran
Islam dan diarahkan untuk humanisasi, liberasi, dan trendensi. Ilmu pengetahuan
social demikian yang di butuhkan dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya
pada era globalisasi di abad XXI mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Nata,
Abuddin. 2012. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers.
0 komentar:
Posting Komentar